Mendung kian berarak,
Kita nampak dan sedar,
Hujan bakal turun lagi,
Akan mencurah membasahi bumi,
Namun,..
Bila mendung di hati,
Siapa yang peduli,
Hanya kita yang meratapinya sendiri,
Hujan di hati tiada yang mengerti,
Air mata yang mengalir di pipi,
Sebagai tanda hati terluka lagi,
Hati kian kelam,
Tiada cahaya serinya,
Meratap hiba dalam diam,
Terobek,
Hancur luluh di dalam,
Tiada yang terokai,
Dia hanya sendiri,
Meluahkan rasa tanpa teman bicara,
Harus bagaimana?
Andai di luah luka ini dikongsi bersama,
Tapi orang lain akan terasa bahangnya,
Sakitnya bukan hilang,
Mungkin juga semakin parah,
Di atas kanvas sepi ini,.
Terluah lagi,
Bicara sepi sendu sendiri,
Lantaran tak mahu orang lain turut terasa,
Luka yang sama hati derita,
Nun di sebalik gunung sana,.
Langit yang membiru berubah warna,
Sudah kelam tanpa mataharinya,
Cahayanya tersipu malu di sebalik awan,
Hati juga turut kelam,
Sudah berubah nada,
Dari terang jadi gerhana,
Dari ceria menjadi duka,
Air mata malu untuk berbicara,
Dia terus sepi tanpa kata,
Namun kepedihannya tetap terasa,
Bagai tertikam pedang berbisa,
Dia tetap diam membisu seribu bahasa,
Derita hatinya hanya untuk diluah saja,
Untuk berkongsi takkan ada yang rela,
Lumrahnya dunia hanya berkongsi bahagia,
Tiada yang suka mencari bala,
Kau terluka aku peduli apa!
Mungkin itu kata hatinya?
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.